Rabu, 01 Januari 2014

ppd Problem ANAK usia smp

PROBLEMATIKA USIA SMP

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perkembangan Peserta Didik
yang dibina oleh Arbin Janu Setiyawati, M.Pd, S.Pd

Oleh
Ahmad Abdullah                    (130111613642)
Emilia Nurir Rohmah              (130111600048)
Ika Nazila Wulansuci             (130111600057)
Ilham Akbar Wima Lukisia   (130111613626)

https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRxt_UR2m-qq7HgOMa02arYY2ZMOvuMIftRY--KVtiMs-U7YQEFudLaOP-3

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
September 2013
PROBLEMATIKA USIA SMP

A.              Pengertian
Pengertian Remaja
Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa adolescere yang berarti “tumbuh atau tumbuh unuk mencapai kematangan”. Secara istilah adolescence berarti mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa-masa ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Masa remaja juga dikenal dengan masa “strom and stress” dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.
Batasan remaja Menurut WHO
WHO membagi dua tahap usia remaja yaitu:
·         Remaja awal : 10 – 14 tahun.
·         Remaja akhir : 15 – 20 tahun
Jadi, anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dikategorikan sebagai anak usia remaja awal.


Pengertian Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Pertama
Penggunaan istilah peserta didik usia sekolah menengah pertama tidak jauh beda dengan istilah remaja, untuk menghindari kesimpangsiuran dan kesalah pahaman istilah peserta didik usia sekolah menengah pertama maka dalam makalah ini akan dijelaskan istilah peserta didik usia sekolah menengah pertama.Remaja ditinjau dari faktor sosial psikologis
     Puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi “entropi” yaitu keadaan di mana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi, ke kondisi “negen-tropi” yaitu keadaan dimana isi kesadaran tersusun dengan baik, pengetahuan yang satu terkait dengan perasaan atau sikap.

B.               Ciri-ciri Penting pada Masa Remaja Awal atau Anak SMP
·         Dari segi fisik, terjadi kematangan alat-alat seksual dengan tumbuh dan kembangnya fungsi-fungsi organ
·         Masa puber merupakan periode yang paling singkat, yaitu sekitar dua sampai empat tahun pada usianya
·         Masa remaja awal merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat
·         Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola indentifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa
·         Masa remaja awal merupakan masa negatif
.
C.              Kondisi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
        Pembahasan tentang kondisi peserta didik pada usia sekolah menengah ini banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kultural, oleh karena itu pembahasan peseta didik usia ini hendaknya dibarengi dengan membahas studi tentang kultur. Semua manusia, baik anak-anak, remaja, ataupun dewasa merasakan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, ingin memiliki pengalaman-pengalaman baru, ingin memperoleh pengenalan atau pengakuan, ingin menjadi seorang yang berdiri sendiri, dan ingin memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Dan pada masa remaja kebutuhan diatas lebih intensif.
    Pada masa remaja perubahan yang terjadi sangat mencolok dan jelas sehingga bisa mengganggu keseimbangan yang sebelumnya telah terbentuk. Perilaku mereka mendadak susah ditebak dan sering kali agak berlawanan dengan norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu masa ini sering disebut “masa negatif”. Pada saat irama pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah sempurna, maka akan terjadi keseimbangan kembali.
    Di usia sekolah menengah ini peserta didik sangat membutuhkan bimbingan orang dewasa, karena pada usia yang labil seperti mereka bisa saja mereka salah dalam memilih orang yang ingin ia jadikan teladan, maka tugas guru menuntun mereka pada jalan yang benar dan menunjukkan tanpa merasa dipaksa, dan juga merupakan tugas orangtua untuk mendukung mereka dan mengarahkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang kurang baik diluar lingkungan keluarga. Pengawasan guru dan orang tua sangat dibutuhkan pada masa remaja ini.
    Psikologi objektif selalu menekankan bahwa pertumbuhan adalah suatu yang berlangsung terus menerus dan bersifat bertahap demi setahap. Keunikan remaja terletak pada individualitasnya bukan pada masa remajanya, tampak jelas bahwa para remaja dari satu keluarga akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dalam hal berat badan, intelegensinya, minat, bakat, dan sifat sosialnya. Perubahan indifiu itu tidak serta merta berubah sekaligus menjadi orang dewasa tetapi perubahan itu bertahap dan banyak dipengaruhi keadaan sekelilingnya, baik keluarga ataupun masyarakat sekitar.

    Perkembangan kepribadian individu bersifat inklusif. Ada tiga factor utama yang berpengaruh terhadap karakteristik dan tingkah laku individu yang sedang berkembang seperi peserta didik usia sekolah menengah ini yaitu factor-faktor biologis, lingkungan cultural, dan latar belakang pribadi individu yang bersangkutan seperti pengalamannya dengan benda-benda yang berada disekitarnya atau interaksinya dengan sesama manusia. Pada masa adolesen ini akan terjadi pengintegrasian identifikasi kekanak-kanakan dengan dorongan biologis, native indowment, dan kesempatan dalam peran-peran sosial, sedangkan pada masa dewasa awal seorang individu akan mengalami perkembangan intimasi dalam dirinya dan dalam diri orang lain.


D.              Klasifikasi Bentuk Kebutuhan Remaja
        Usaha penemuan jati diri remaja dilakukan dengan berbagai cara pendekatan agar ia dapat mengaktualisasikan diri secara baik. Aktualisasi merupakan salah satu bentuk kebutuhan untuk mewujudkan jati dirinya.
Klasifikasi bentuk kebutuhan remaja dibagi menjadi beberapa kelompok kebutuhan, yaitu:
1.         Kebutuhan organic, yaitu makan, minum, bernapas, seks, dll
2.         Kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapat simpati dan   pengakuan dari pihak lain
3.         Kebutuhan berprestasi atau need of achievement yang berkembang karena didorong untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis
4.         Kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis .
Kebutuhan-kebutuhan diatas sangat mempengaruhi tercetaknya remaja yang jadi dambaan bangsa, kebutuhan diatas merupakan fitrah bagi manusia usia sekolah menengah seperti mereka, jika kebutuhan-kebutuhan diatas tidak dapat mereka gapai maka dampaknya akan fatal bagi mereka baik segi fisiologis ataupun psikologis mereka.

E.               Masalah-masalah atau Problematika Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Permasalahan yang dialami manusia tidak akan pernah putus sebelum  ajal menjemput, Permasalahan manusia akan semakin memuncak ketika mereka menginjak usia transisi dimana keingin tahuan yang sangat tinggi dengan semangat yang menggebu-gebu akan sia-sia tanpa bimbingan yang terarah, perkiraan usia transisi manusia yaitu ketika mereka berada di jenjang sekolah tingkat menengah, ketika mereka menginjak remaja dan dewasa awal, mereka lebih tenar dengan istilah ABG (anak baru gede).
Dalam buku karangan Prof.Dr.H.Sunarto dan Dra.Ny.B.Agung Hartono dalam bukunya perkembangan peserta didik, menerangkan beberapa permasalahan remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutukannya sebagai berikut:
1.      Upaya untuk dapat mengubah sikap dan prilaku kekanak-kanakan menjadi sikap danprilaku dewasa, tidak semuanya dapat dicapai dengan mudah oleh mereka. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas besar , sedang dipihak lain harapan ditumpukan pada meraka untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. Kegagalan mengatasi ketidak puasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat mengakibatkan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya bersikap tidak percaya diri, pendiam, atau kurang harga diri.
2.         Sering kali remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan fisiknya. Hal ini disebabkan pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi, walau hal ini tidak terjadi pada semua remaja.
3.         Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya, sehingga sering salah tingkah dan perilaku yang menentang norma (bagi remaja laki-laki) serta berperilaku mengurung diri (bagi remaja perempuan).
4.         Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian dalam artian menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan, kebanyakan menghadapi berbagai macam permasalahan, terutama masalah penyesuaian emosional. Kehidupan bermasyarakat menuntut mereka untuk banyak menyesuaikan diri, namun yang terjadi semuanya tidak selaras dengan kenyataan. Dalam hal ini terjadi ketidak selarasan antara pola hidup masyarakat dan perilaku yang menurut remaja baik, remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya meraka frustasi dengan tingkah lakunya sendiri.
5.         Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara sosial ekonomis akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan berbagai jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan salah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja.
6.         Berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan masalah tersendiri bagi remaja, sedang dipihak remaja merasa memilki norma dan  nilai kehidupan yang dirasa lebih sesuai dari pada nilai dan norma dikalangan masyarakat luas.
Sejak bertahun-tahun lamanya telah dilakukan banyak usaha untuk mengetahui penyebab siswa yang mengalami ketidak puasan di sekolah. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Jakson dan Getzel dengan penelitian ilmiahnya terhadap dua siswa yang merasa puas terhadap pengalaman sekolahnya dengan yang tidak merasa puas menyatakan siswa yang mengalami kegagalan dan putus sekolah karena rendahnya moral sebagai akibat kurang efektifnya sekolah yang menimbulkan ketidak puasan siswa. Perubahan-perubahan anak dalam aspek nilai-nilai dan identifikasi sejalan dengan pertumbuhannya yang tampak dalam bermacam-macam perilaku.

Secara umum beberapa faktor-faktor berikut ini dapat menyebabkan problematika usia SMP :
1.         Psikologis
Salah satu permasalahan psikologis remaja adalah emosi yang masih labil. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
Contoh lain dari keadaan psikologi remaja adalah sensitif, egois, ingin mendapatkan perhatian lebih, kurang bisa bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan, kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru sangat kurang, malas atau rajin, bully (suka melakukan tindakan kekerasan), minder, semangat belajar, terlalu mengikuti hawa nafsu, kurang bisa mengontrol diri, semangat hidup (mudah putus asa atau tidak), tidak mudah puas dengan apa yang didapatkan, sifat kekanak-kanakan yang masih melekat pada dirinya, dan emosi yang meluap-meluap.
2.          Biologis
Permasalahan remaja dari segi biologis ini lebih dominan kepada fungsi seks yang dapat menimbulkan kebingungan pada diri remaja untuk memahaminya, sehingga tidak jarang menimbulkan perilaku yang salah dan menentang norma, baik norma agama maupun norma yang berlaku di masyarakat Indonesia (sosial dan hukum). Apabila kematangan seksual tidak mendapatkan arahan atau penyaluran yang tepat maka dapat berakibat fatal. Pada kasus ini sering ditemui masalah pergaulan bebas yang menyebabkan kehamilan diluar nikah dan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS atau siphilis.
            Selain fungsi seks yang berkembang, seringkali remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya. Banyak remaja yang kurang puas dengan perkembangan tubuh yang dirasa kurang serasi. Contoh lainnya adalah: postur tubuh yang tidak sesuai dengan keinginan misalnya gemuk, kurus, pendek, dan lain-lain.

3.         Sosiologis
Pada perkembangan sosial setiapindividu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.Dalam masyarakat banyak remaja yang terlalu menilai dirinya cukup mandiri dan mampu untuk mengatasi masalah kehidupan, namun tidak sedikit dari mereka yang menghadapi masalah.Perbedaan antara pola hidup remaja dengan norma yang dianut masyarakat dapat menimbulkan problematika atau masalah. Problematika sosial yang dihadapi oleh remaja usia SMP biasanya terkait dengan cara mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekitar/ tetangga, teman sebaya/ kelompok bermain dan penyesuaian diri untuk bergaul dengan masyarakat luas. Contoh pola hidup remaja adalah mulai tertarik pada lawan jenis, pacaran, lebih mementingkan kelompok sehingga menomor duakan orang tua, , suka meniru life style orang lain, pilih-pilih teman, selalu mencari-cari perhatian orang lain, ketergantungan pada dunia maya, dan lain-lain.
Peranan orang tua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Begitu pun dalam hal agama peran orang tua dan pendidik sangatlah penting, karena pada masa remaja ini sangat susah untuk menta’ati agama jadi perlu bimbingan dan peringatan dari orang tua dan pendidik. Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya.
Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat.
Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa berkata kotor dan berperilaku kasar itu tidak baik, tapi pada kenyatannya pada suatu kelompok remaja anak yang mempunyai kepribadian tersebut justru dianggap sebagai seorang anak yang mempunyai kekuatan sehingga mendapat posisi penting dalam kelompoknya. Konflik nilai dalam diri remaja lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut. Dalam masalah ini seharusnya orang tua memberikan pengetahuan kepada remaja bahwa kekuatan itu bukan berarti sesuatu yang selalu terlihat melainkan ada kekuatan lain berupa kepribadian yang kuat untuk menahan diri dari perbuatan buruk.
Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua
Pada umumnya dalam kehidupan sosial remaja sangat tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman. Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan jenisnya dan mulai mengenal istilah pacaran. Peranan orang tua sangat penting dalam hal ini, jika orang tua kurang mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. orang tua harus memberikan perhatian lebih agar remaja tidak terjerumus ke pergaulan bebas.
Remaja yang gaul serinng dididentikkan dengan penampilan yang trendy. Sehingga remaja selalu berusaha untuk mengikuti life style, meniru penampilan orang lain agar dapat menarik perhatian lawan jenis. Dalam hal ini biasanya remaja akan membuat pola kehidupan  berkelompok  yang cenderung memilih milih  teman yang sesuai dengan penampilan mereka.
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, agartidak cenderung memilih-milih teman dan mengucilkan orang yang memiliki penampilan tidak menarik. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri sangat diperlukan agar remaja mampu mencapai tujuannya untuk menarik perhatian orang lain dapat tersalurkan dengan cara yang tepat.
Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan.Hal tersebut juga disebabkan oleh ketidak selarasan antara pola hidup remaja dengan norma yang dianut masyarakat sehingga menyebabkan kejengkelan remaja terhadap masyarakat yang selalu menyalahkan mereka dan mengatakan mereka “nakal” akibatnya mereka frustasi dengan keadaan yang dihadapinya di masyarakat.  Contohya: apabila ada seorang gadis remaja yang sering dikunjungi pacarnya maka akan menjadi gunjingan tetangga-tetangganya.
Oleh karena itu, orang tua harus mampu mengembangkan keterampilan anak mulai sejak dini. Misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Dalam lingkungan masyarakat, kegiatan remaja dikampung sangat diperlukan untuk dapat memberikan peranan yang baik sehingga remaja akan merasa bahwa ia mempunyai fungsi atau posisi penting didalam masyarakatersebut . Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.

4.         Religiusitas
Nilai-nilai religius yang dimiliki oleh remaja khususnya remaja lepas SD/MI atau remaja awal ini dinilai sangat kurang bahkan memprihatinkan. Hal ini terbukti ketika mereka masih menyandang status siswa SD/MI, mereka rajin dan aktif ke masjid untuk jama’ah, mengaji atau mengikuti pengajian-pengajian yang diselenggarakan di masjid. Namun seiring bertambahnya usia, ketika mulai memasuki jenjang SMP hal ini berubah menjadi sebaliknya. Contoh lain: keluar dari kelompok pengajian masjid dan lebih memilih bergaul dengan kelompoksebaya seperti mengikuti komunitas geng motor, nongkrong di kafe dan lain-lain.
5.             Ekonomi
Di era globalisasi yang sarat dengan budaya-budaya Barat ini semakin mendukung para remaja untuk berlomba-lomba mengikuti life style mereka sehingga pola hidup konsumtif yang biasanya hanya disandang oleh beberapa ibu rumah tangga sekarang mulai diikuti oleh para remaja. Suka berfoya-foya dengan harta yang dimiliki orang tuanya dan kurang bisa mengontrol pengeluaran dengan baik merupakan akibat dari adanya globalisasi.
Dengan adanya semua masalah yang terjadi pada siswa pemenuhan kebutuhan fisik atau organik merupakan tugas pokok yang bisa menyebabkan kehidupannya tetap tegar (survival), hal ini sangat dipengaruhi oleh factor ekonomi terutama perekonomian keluarga. Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan remaja ini maka akan mengakibatkan terpengaruhnya pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial seorang individu.

6.         Cara berfikir kausalitas
Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan orang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.
Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.